Beranda | Artikel
Kesaksian Yang Benar Dari Kalangan Non Muslim Terhadap Qadha Dan Qadar
Senin, 29 Agustus 2005

KESAKSIAN YANG BENAR DARI KALANGAN NON MUSLIM TERHADAP QADHA DAN QADAR [1]

Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd

Keimanan kaum muslimin kepada qadha’ dan qadar telah mencengangkan banyak kalangan non muslim, lalu mereka menulis tentang perkara ini untuk mengungkapkan ketercengangan mereka dan mencatatkan kesaksian mereka tentang kekuatan tekad kaum muslimin, kebesaran jiwa mereka, dan penyambutan mereka yang baik terhadap berbagai kesulitan hidup.

Ini adalah kesaksian yang benar dari kaum yang tidak beriman kepada Allah serta kepada qadha’ dan qadar-Nya.

Di antara orang-orang yang menulis tentang masalah ini ialah penulis terkenal, R.N.S. Budly, penulis buku Angin di Atas Padang Pasir dan ar-Rasuul, serta 14 buku lainnya. Dan juga orang yang mengemukakan pendapatnya yaitu Del Carnegie dalam bukunya, Tinggalkan Kegalauan dan Mulailah Kehidupan, dalam artikel yang berjudul, Aku Hidup Dalam Surga Allah.

Budly menuturkan:
“Pada tahun 1918 aku meninggalkan dunia yang telah aku kenal sepanjang hidupku, dan aku merambah ke arah Afrika utara bagian barat, di mana aku hidup di tengah-tengah kaum badui di padang pasir. Aku habiskan waktu di sana selama tujuh tahun. Selama waktu itu aku memperdalam bahasa badui, aku memakai pakaian mereka, makan dari makanan mereka, berpenampilan ala mereka, dan hidup seperti mereka. Aku mempunyai kambing-kambing, dan aku tidur sebagaimana mereka tidur dalam tenda. Aku mendalami studi Islam sehingga aku berhasil menyusun sebuah buku tentang Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berjudul ar-Rasuul. Tujuh tahun yang aku habiskan bersama kaum badui yang hidup berpindah-pindah (nomaden) tersebut merupakan tahun-tahun kehidupanku yang paling menyenangkan, dan aku mendapatkan kedamaian, ketentraman, dan ridha terhadap kehidupan ini.

Aku belajar dari bangsa ‘Arab padang pasir bagaimana mengatasi kegelisahan, karena mereka sebagai muslim, beriman kepada qadha’ dan qadar. Dan keimanan ini membantu mereka untuk hidup dalam rasa aman, dan mengambil kehidupan ini pada tempat pengambilan yang mudah dan gampang. Mereka tidak terburu-buru pada suatu perkara, dan tidak pula menjatuhkan diri mereka di tengah-tengah kesedihan karena gelisah terhadap suatu masalah.

Mereka beriman bahwa apa yang telah ditakdirkan pasti akan terjadi, dan seorang dari mereka tidak akan tertimpa suatu musibah kecuali apa yang telah ditentukan Allah untuknya.

Ini bukan berarti bahwa mereka pasrah atau pasif, dengan wajah sedih dan berpangku tangan, sekali-kali tidak.”

Kemudian, setelah itu, dia mengatakan:
“Biarkan aku membuatkan untukmu suatu permisalan terhadap apa yang aku maksudkan: Pada suatu hari angin bertiup kencang yang membawa pasir-pasir padang pasir, melintasi laut tengah, dan menghantam lembah Raun di Prancis. Angin ini sangat panas, sehingga aku merasakan seakan-akan rambutku terlepas dari tempat tumbuhnya, karena terjangan hawa panas, dan aku merasa seolah-olah aku didorong menjadi gila.

Tetapi bangsa ‘Arab tidak mengeluh sama sekali. Mereka menggerakkan pundak-pundak mereka seraya mengatakan dengan ucapan mereka yang menyentuh, “Qadha’ yang telah tertulis.”

Tetapi, angin kencang tersebut memotifasi mereka untuk bekerja dengan semangat yang besar. Mereka menyembelih kambing-kambing muda sebelum panas membinasakan kehidupannya, kemudian mereka menggiring ternak ke arah selatan menuju air.

Mereka melakukan hal ini dengan diam dan tenang, tidak tampak suatu keluhan pun dari salah seorang mereka.

Ketua suku, asy-Syaikh, mengatakan, ‘Kita tidak kehilangan sesuatu yang besar, sebab kita diciptakan untuk kehilangan segala sesuatu. Tetapi puji dan syukur kepada Allah, karena kita masih mempunyai sekitar 40% dari ternak kita, dan dengan segala kemampuan kita, kita akan memulai aktifitas kita kembali.’

Kemudian Budly mengatakan, “Ada kejadian lainnya. Kami menempuh padang pasir dengan mobil pada suatu hari, lalu salah satu ban mobil pecah, sedangkan sopir lupa membawa ban serep. Aku pun dikuasai kemarahan, kegelisahan, serta kesedihan. Aku bertanya kepada sahabat-sahabatku dari kalangan ‘Arab badui, ‘Apakah yang bisa kita lakukan?’

Mereka mengingatkanku bahwa kemarahan sama sekali tidak ada gunanya, bahkan itu dapat mendorong manusia kepada tindakan gegabah dan bodoh.

Kemudian mobil berjalan mengangkut kami hanya dengan tiga roda. Tetapi tidak lama kemudian mobil tidak bisa berjalan, dan saya tahu bahwa bensinnya habis.

Anehnya, tidak seorang pun dari sahabat-sahabatku dari kalangan ‘Arab badui yang marah, dan mereka tetap tenang, bahkan mereka berlalu menyusuri jalan dengan berjalan kaki.”

Setelah Budly mengemukakan pengalamannya bersama bangsa ‘Arab gurun, dia mengomentari dengan pernyataan: “Tujuh tahun yang aku habiskan di padang pasir di tengah-tengah bangsa ‘Arab nomaden telah memuaskanku, bahwa orang-orang yang stres, orang-orang yang sakit jiwa, dan orang-orang mabuk yang dipelihara oleh Amerika dan Eropa, mereka tidak lain hanyalah korban peradaban yang menjadikan “sesuatu yang sementara” sebagai landasannya.

Saya tidak mengalami kegelisahan sedikit pun ketika tinggal di gurun pasir, bahkan di sanalah, di Surga Allah, saya mendapatkan ketentraman, qana’ah, dan ridha.”

Akhirnya, dia menutup pernyataannya dengan ucapannya: “Ringkasnya, setelah berlalu tujuh belas tahun sesudah meninggalkan padang pasir, saya tetap mengambil sikap bangsa ‘Arab berkenaan dengan ketentuan Allah, sehingga saya menghadapi kejadian-kejadian yang saya tidak berdaya di dalamnya dengan ketenangan, ketundukan, dan ketentraman.

Watak yang saya ambil dari bangsa ‘Arab ini telah berhasil dalam menentramkan syarafku, yang lebih banyak dibandingkan apa yang dihasilkan oleh ribuan obat-obat penenang dan klinik-klinik kesehatan.” [1]

(Da’il Qalaq wabdaa-il Hayaah, Del Carnegie, hal. 291-295 dan lihat, al-Iimaan bil Qadhaa’ wal Qadar wa Atsaruhu ‘alal Qalaq an-Nafsi, karya Tharifah bin Su’ud asy-Syuwai’ir, hal. 74-75)

[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag. Penerbit Pustaka Ibntu Katsir]
__________
Footnote
[1]. Artikel ini dikutip dari pembahasan Buah Keimanan Kepada Qadha dan Qadar, No. 22. Membebaskan akal dari khurafat dan kebathilan.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1555-kesaksian-yang-benar-dari-kalangan-non-muslim-terhadap-qadha-dan-qadar.html